Sebuah peristiwa tidak mengenakan telah terjadi di hutan Appalachia dalam beberapa tahun terakhir. Peristiwa ini diakibatkan oleh populasi rusa yang berlebihan di sana. Hal itu menyebabkan semakin menipisnya spesies tanaman akibat terus dimakan habis oleh rusa-rusa tersebut. Peristiwa tersebut akhirnya memicu sebuah kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan pakar media baru hingga terlahirlah Museum Sejarah Alam Carnegie. Peran museum multimedia ini adalah untuk mengedukasi masyarakat tentang keadaan alam dan menginspirasi mereka untuk lebih peduli dengan lingkungan sekitar.

“Pengelolaan hutan, itulah pesan pengajaran dari aplikasi kami,” kata John Wenzel, direktur Powdermill Nature Reserve Carnegie, di selatan Ligonier.

museum multimedia indonesia

Dengan menggunakan teknologi augmented reality yang memadukan visual digital interaktif, suara dan elemen lainnya ke dalam lingkungan dunia nyata, aplikasi ini kini tersedia untuk perangkat yang mendukung ARCore (Android) atau ARKit (Apple), yang kini telah tersedia di Google Play dan Apple App Store dengan nama aplikasi AR perpetual garden.

Aplikasi ini memiliki fitur model tanaman 3-D secara botani yang muncul di ponsel seolah-olah mereka tumbuh secara alami di alam liar. Proyek ini merupakan kolaborasi antara Powdermill, The Harrington Lab dari University of Central Florida dan program MultiMedia Technology dari Universitas Salzburg Ilmu Pengetahuan Terapan di Wina.

Peran museum multimedia ini adalah memberikan pengguna dua visi yang berbeda, termasuk suara burung dan serangga yang secara alami akan hidup di antara hutan yang subur atau hutan yang gundul. “Semakin sedikit bunga yang tumbuh, maka semakin sedikit juga serangga dan burung yang dapat hidup” ucap pak Wenzel.

“Rusa memakan semua bunga liar itu … Ini menciptakan riam,” katanya. “Dengan hilangnya tanaman, tidak ada lagi serangga dan laba-laba yang dimakan ulat. Jika tanah sehat, maka akan lebih banyak serangga dan burung yang bisa hidup. “

Baca juga: Perjalanan di Museum BPK RI, Museum Canggih di Pusat Kota Magelang

museum augmented realityDia mengatakan sekitar 90 persen keanekaragaman hutan ditemukan pada spesies di lantai hutan. “Kami mengelola pohon,” katanya, “tetapi bahkan jika Anda mengelola pohon, Anda hanya memiliki 10 persen keanekaragaman.”

Pengguna juga dapat memilih untuk melihat bunga liar musim semi Appalachian bahkan di luar musim berbunga, jadi selain mengedukasi untuk lebih peduli tentang hutan, peran museum multimedia ini juga dapat dimanfaatkan untuk perencanaan taman di rumah.

Dengan aplikasi ini, orang dapat melihat bunga dalam tampilan tiga dimensi di hadapan mereka, diplot dalam bingkai pandang. “Karena 3-D ini di komputer, Anda dapat berjalan di sekitarnya,” katanya. “Saat kamu mendekat, maka bunga itu juga akan semakin besar.”

Maria Harrington adalah seorang profesor di UCF yang menyusun model yang digunakan dalam aplikasi ini. Karyanya menggabungkan ilmu informasi dan seni, dengan fokus pada kenyataan dan keindahan yang ditemukan di lingkungan alam. Dia menggunakan alat augmented reality, virtual reality, simulasi GIS dan seni media terbaru.

 

“Dia benar-benar bisa mengimbangi perkembangan Teknologi,” kata pak Wenzel. “Dia jauh di depan semua orang. Dia adalah seorang visioner. “

Aplikasi ini merupakan perpanjangan dari penelitiannya dari 10 tahun yang lalu, ketika dia merintis resolusi data dalam realitas virtual untuk disertasi doktoralnya di University of Pittsburgh.

Dia telah menciptakan lingkungan virtual yang disebut Trillium Trail yang didasari cagar alam Fox Chapel. Untuk melihatnya diperlukan komputer dan perangkat lunak khusus, tetapi kini sudah dapat dimainkan sebagai game edukasi interaktif. http://www.virtualtrilliumtrail.com.

Aplikasi museum multimedia ini bisa dikatakan sempurna karena desain dan visualisasi data populasi tanaman yang nyata dan akurat, dan dilengkapi dengan informasi GIS. Peran museum multimedia ini juga untuk memberikan pengalaman mendalam bagi pengguna dengan memberikan dua realitas yang berbeda, antara hutan yang subur dengan hutan gundul.

Bahkan semut sekalipun memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup hutan. Mereka menyebarkan benih sekitar setengah dari semua bunga liar di A.S. bagian timur, kata Wenzel.

“Dengan violet dan trillium, semut membawa pulang benih, memakan daging benih tersebut, kemudian membuang benih itu,” katanya. “Jika tidak ada semut yang mengambil benih, maka tidak akan ada bunga yang tumbuh kembali setelah habis dimakan hewan liar di hutan.”

“Dalam skenario yang berbeda, ada berbagai serangga dan burung yang dilengkapi dengan tanaman,” katanya. “Jadi, serangga memakan madu dan nektar, dan burung memakan serangga”. Aplikasi ini juga memiliki narasi untuk melengkapi pengalaman pendidikan bagi pengguna, dan mendukung berbagai cara orang belajar.

Program Gerakan Digitalisasi Museum dari MonsterAR untuk seluruh museum di Indonesia
| 1. Free Konsultasi | 2. Free Konsep Design | 3. Free Estimasi Biaya (RAB) |

Hubungi kami sekarang juga, konsultasi GRATIS !

Kunjungi channel Youtube MonsterAR untuk selengkapnya tentang project kami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

How can we help you ?