Selama ini kita mengenal museum identik dengan peninggalan bersejarah dan masa lampau. Pernahkah Anda mendengar istilah museum Augmented Reality?

Tentunya di sini bukan berarti museum yang menampung temuan terkait Augmented Reality (AR). Melainkan, museum Augmented Reality merujuk pada museum yang memanfaatkan keunggulan AR yang kini lazim disebut sebagai museum digital.

Pengertian Augmented Reality

Augmented reality merupakan proses menggunakan teknologi untuk meletakkan gambar, teks, atau suara, di atas obyek yang mereka lihat. AR memakai smartphone atau tablet untuk mengubah gambar yang sudah ada melalui sebuah aplikasi. Penggunanya berdiri di depan suatu tempat lalu memegang piranti mereka. Dari situ muncullah versi kenyataan yang sudah diubah.

Ada banyak cara museum dapat memanfaatkan AR. Beberapa penerapan teknologi AR yang populer berasal dari dunia gaming. Misalnya, Pokémon Go, dimana penggunanya dapat “menangkap” Pokémon yang bersembunyi di sekitar mereka. Makhluk animasi diletakkan apa yang bisa dilihat penggunanya melalui kamera smartphone mereka. Teknologi AR membuat makhluk animasi tersebut muncul seolah mereka eksis di dunia nyata. Aplikasi ini telah diunduh lebih dari satu miliar kali. Hal ini menunjukkan bahwa AR bisa diakses sehingga berpotensi menjangkau audiens dalam jumlah besar.

Cara Menerapkan AR untuk Museum

Teknologi AR membuka banyak metode baru agar museum dapat memajang koleksi mereka sekaligus meningkatkan interaksi dengan pengunjungnya. Beberapa penerapan kunci teknologi AR di museum mencakup:

1. Menghidupkan pameran

Teknologi AR sanggup meningkatkan pajangan statis dengan menambahkan lapisan di atasnya secara dinamis. Obyek yang “duduk diam” dapat menjadi hidup melalui animasi dan efek 3 dimensi. Pengelola museum dapat membuat visual artefak kuno yang digunakan oleh karakter visual atau fosil agar secara bersamaan membentuk kerangka dinosaurus. Teknologi AR dapat membantu pengunjung melihat dan berinteraksi dengan pameran dalam dimensi baru yang menarik.

2. Menambahkan detail informatif

Museum Augmented Reality bisa menyajikan informasi tambahan mengenai pameran di atas apa yang terpampang secara fisik. Arahkan perangkat Anda ke lukisan atau patung lalu dapatkan keterangan pada layar mengenai sejarah, detail senimannya, bahan yang dipakai, dan lain sebagainya. Pengunjung bisa memperoleh pengetahuan lebih mendalam tanpa mengutak-atik koleksi. MonsterAR pernah melakukan digitalisasi untuk museum BPK RI Magelang, dan menambahkan lebih dari 10 media digital dengan berbagai macam teknologi ke dalamnya.

3. Memajang persona digital

Bayangkan seniman atau curator muncul di samping karya mereka dalam bentuk avatar! Seru bukan? Dengan AR, museum bisa membuat model 3 dimensi tokoh dari masa lalul untuk menarasikan karya mereka sendiri ke pengunjung. Tokoh virtual Picasso bisa memandu Anda menikmati patung karyanya sementara hologram dari ahli pada zaman Renaissance menjelaskan karya tersebut. Teknik ini menambahkan elemen keterkaitan dengan manusia.

4. Mendorong Interaksi

Musem Augmented Reality mentransformasi pengalaman pengunjung museum dari pasif menjadi aktif dengan membantu mereka berinteraksi dengan pajangan yang memanfaatkan teknologi AR. Games yang membawa pengunjungnya menjelajahi museum untuk menyibak animasi AR membuat mereka menjadi peserta.

5. Menjangkau Audiens Jarak Jauh

Lembaga budaya dapat membagikan “harta karun” mereka dengan publik di mana saja melalui AR. Dengan teknologi ini, pengunjung museum bisa secara lebih dekat menjelajahi karya, yang bebas dari batasan yang timbul dari perjalanan secara offline.

Metode ini membuka jalan monetisasi baru sebab museum dapat mengkurasi narasi inklusif yang sanggup menghidupkan karya seni jauh. Pendukung di seluruh dunia dapat ikut serta dalam memperkaya konten AR sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Manfaat Museum Augmented Reality

Teknologi AR menghadirkan berbagai keuntungan yang menjadikan berkunjung ke museum menjadi pengalaman yang seru, jauh dari kata bosan dan kuno. Berikut penjelasannya:

1. Keterlibatan yang Bertambah

Inovasi AR memantik rasa penasaran pengunjung sekaligus mendapatkan perhatian mereka, hal yang tidak bisa dilakukan oleh pajangan benda kuno statis. Tambahan konten digital interaktif membantu mempertahankan fokus pengunjung museum dan memperpanjang fokus mereka. Sehingga, pengunjung museum akan lebih aktif berinteraksi dengan koleksi museum dibandingkan melihatnya secara sekilas. Singkat kata, AR mengubah pengalaman ke museum dari pasif ke aktif.

2. Menambahkan Dimensi

Lapisan dimensi ekstra bisa ditambahkan ke dalam pameran pada dinding atau benda fisik lainnya. Teknik ini mengubah obyek datar dan pajangan 2 dimensi menjadi hidup. Tiba-tiba, fosil memecah matriks batu lalu melebur menjadi kerangka di depan mata Anda sebagai pengunjung. Sebuah lukisan bertransformasi menjadi cuplikan 3 dimensi imersif yang bisa Anda jelajahi sendiri. AR benar-benar menambahkan elemen dinamis dan pergerakan.

Baca juga: Virtual Tour Indonesia dan Prospeknya Setelah Pandemi

Untuk Galeri Bendungan Indonesia, MonsterAR juga pernah mengerjakan digitalisasidan menambahkan teknologi interactive wall, maket holobox, holostage dan teknologi AR yang menjelaskan tentang berbagai jenis bebatuan.

3. Memicu Kreativitas

Tidak seperti pameran tradisional dimana Anda hanya melihat, AR memberdayakan pengunjung pameran agar berinteraksi dengan pajangan yang berimbuh memakai kendali gerak tubuh, memainkan games, mengoleksi artefak secara virtual, dan lainnya. Interaksi seperti ini akan menghasilkan pembelajaran dan partisipasi yang aktif. Pengunjung ditantang untuk berpikir dan bergerak.

4. Menyediakan Konteks

Pajangan dibatasi oleh ruang fisik. Museum Augmented Reality bisa menyediakan konteks dan informasi tambahan tidak terbatas. Pengunjung dapat mengarahkan perangkat mereka untuk mengakses informasi tersebut agar bisa memperkaya pemahaman mereka saat itu juga. Tidak perlu lagi mencari panduan audio terpisah atau lempengan untuk informasi lebih lanjut.

5. Daya Tarik yang Lebih Luas

Faktor wow AR memberikan daya tarik sangat besar bagi generasi lebih muda yang memang melek digital, seperti generasi milenial dan Gen Z. Menerapkan teknologi ini menunjukkan bahwa museum mempunyai pemikiran ke depan dan siap merangkul cara baru agar lebih dekat dengan pengunjungnya. AR bisa membantu menarik demografi anak muda.

Contoh Museum Augmented Reality

Sudah banyak museum di seluruh dunia yang menggunakan kecanggihan dari teknologi AR. Berikut contohnya:

1. Muséum national d’Histoire naturelle

Pada Juni 2021, museum yang terletak di Paris, Prancis, ini telah meluncurkan pengalaman AR memakai Hololens dari Microsoft. Proyek ini dinamakan “REVIVRE” atau “Untuk Hidup Kembali” yang membuat pengunjung museum berhadapan dengan binatang digital yang di dunia nyata sebenarnya sudah punah.

2. The National Gallery

The National Gallery atau Galeri Nasional di London, Inggris, pada 2021 terlihat membawa koleksinya di Galeri Nasional, Galeri Potret Nasional, Akademi Seni Kerajaan, keluar dari dinding museum dengan menggunakan teknologi AR. Publik pun dapat mengakses koleksi tersebut cukup dari ponsel masing-masing. Mereka menggunakan aplikasi untuk mengaktifkan karya seni mereka yang diberi kode QR di jalan-jalan sibuk di pusat London.

3. The National Museum of Singapore

Museum Nasional Singapura meluncurkan instalasi imersif berjudul “Cerita Hutan”. Pameran ini berfokus pada 69 gambar dari Koleksi William Farquhar tentang Lukisan Alam Sejarah. Koleksi ini diubah ke dalam animasi tiga dimensi yang bisa mengajak pengunjung berinteraksi dengannya. Pengunjung cukup mengunduh sebuah aplikasi lalu memakai kamera mereka di dalam ponsel atau di dalam tablet mereka untuk menjelajahi lukisan tersebut.

Instalasi ramah keluarga ini memakai teknologi guna menyediakan pengalaman belajar. Mirip dengan Pokémon Go, pengunjung bisa berburu lalu “menangkap” benda-benda, berupa tanaman dan hewan, dalam lukisan tersebut. Lalu mereka bisa menambahkan benda tersebut ke dalam koleksi virtual mereka sembari mengelilingi museum ini.

4. The Art Gallery of Ontorio

Galeri Seni Ontorio, Toronto, Kanada, pada 2017 pernah menggandeng seniman digital Alex Mayhew untuk membuat instalasi seni bernama ReBlink. Mayhew mengimajinasikan kembali beberapa potong yang masih ada dalam koleksi tersebut. Ini mendatangkan kesempatan bagi pengunjung galeri melihatnya dalam cara baru.

Pengunjung cukup memakai ponsel atau tablet mereka dalam melihat obyek berubah menjadi hidup dan dibawa ke kenyataan pada awal abad ke-21.

5. The Smitsonian Institution, Washington D.C

Lembaga Smithsonian telah memperkenalkan teknologi AR untuk membawa dimensi yang sepenuhnya baru ke salah satu pajangan tertua dan paling disukai publik. Banyak dari kerangka dalam Bone Hall atau Halaman Bone pada museum ini telah dipajang sejak 1881. Kini, pengunjung hanya perlu mengunduh aplikasi baru bernama Skin and Bone yang menunjukkan kerangka tersebut dalam model baru atau perspektif baru.

Kesimpulan

Museum Augmented Reality yang marak di luar negeri sudah mulai hadir di Indonesia. Jenis museum ini dapat menyediakan virtual tour bagi yang memang terbatas dari segi waktu untuk berkunjung langsung. MonsterAR siap membantu Anda selaku pengelola museum di Indonesia untuk mewujudkan museum virtual Indonesia yang akan sangat pas dengan selera dan kebiasaan anak muda zaman sekarang.

Berbekal pengalaman selama lebih dari 10 tahun, kami siap membekali museum Anda nanti dengan berbagai keseruan yang tentunya informatif agar pengunjung terus ingin belajar menyibak masa lampau. Yuk, hubungi kami sekarang juga!

Program Gerakan Digitalisasi Museum dari MonsterAR untuk seluruh museum di Indonesia
| 1. Free Konsultasi | 2. Free Konsep Design | 3. Free Estimasi Biaya (RAB) |
Hubungi kami sekarang juga, konsultasi GRATIS !

Kunjungi channel Youtube MonsterAR untuk selengkapnya tentang project kami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

How can we help you ?