Cara Branding Produk Lebih Powerful Melalui Augmented Reality
Istilah branding sering didengungkan pebisnis belakangan sebab ia adalah pembeda dalam dunia bisnis. Cara branding produk terus berkembang mengikuti selera target pasar dan inovasi teknologi, salah satunya melalui Augmented Reality (AR).
Branding bukan sekadar promosi produk atau jasa. Branding merangkum nilai brand itu sendiri, keunggulannya, dan bagaimana cara menjangkau pelanggan. Itulah sebabnya branding setiap brand bisa sangat unik dan khas. Ia terus berkembang tergantung dengan adopsi teknologi yang dimiliki oleh brand tersebut.
Mengapa branding produk memakai AR?
Teknologi AR memfasilitasi cara branding produk yang lebih relevan dengan target konsumen, khususnya generasi milenial dan generasi Z. Secara harfiah, AR berarti teknologi yang sanggup menyematkan informasi ke dunia virtual lalu dengan bantuan piranti tertentu akan menampilkannya ke dunia nyata. Piranti tertentu tersebut dapat berupa webcam komputer, kamera, hingga kacamata khusus.
Piranti tersebut membantu menambahkan pengalaman kepada penggunanya. Mereka akan merasa brand tersebut “lebih hidup” sebab dapat menyerap informasi lebih cepat dengan cara yang seru. Atas alasan itulah, potensi pasar AR secara global diperkirakan akan menembus hingga US$97,76 miliar pada 2028, lebih besar dari US$6,12 miliar pada 2021.
AR jauh lebih mudah dan murah untuk dinikmati oleh siapa saja. Ini sangat terbantu dengan perkembangan inovasi smartphone yang sangat pesat. Sudah umum ditemui kamera penunjang AR sudah didukung oleh smartphone keluaran terbaru agar penggunanya bisa menikmati konten AR cukup dari genggaman.
Cara branding produk yang bisa dicoba
Berikut kami sarikan tips branding produk dari 10 brand global yang bisa diterapkan dengan tentunya modifikasi pada brand Anda.
1. Melakukan visualisasi produk
Cara branding produk sebaiknya terkait langsung dengan target penjualan. Kira-kira begitulah yang melatarbelakangi konsep branding via AR oleh Asos. Setelah sebelumnya sukses dengan integrasi pencarian visual ke aplikasi mobile, Asos memperkenalkan fitur AR bernama Virtual Catwalk.
Tujuannya, pengguna bisa memvisualisasi 100 produk Asos Design melalui teknologi “See My Fit”. Teknologi ini menggunakan AR agar pemakainya bisa mencocokkan busana ke badan secara digital. Ini tentunya untuk mengurangi tingkat kesalahan ukuran dalam membeli.
Bukan hanya meningkatkan pengalaman pembeli, strategi ini meningkatkan penjualan hingga 24% dalam enam bulan hingga akhir Februari 2021.
2. Menghadirkan pengalaman branding AR untuk banyak orang
Menikmati konten AR sendiri sudah biasa, bagaimana jika ramai-ramai? Itulah konsep yang diusung oleh platform Snapchat yang meluncurkan “City Painter” atau “Kota Pelukis” di Jalan Carnaby, London, Inggris. Brand ini menggunakan teknologi AR yang membuat banyak orang terlibat dalam pengalaman yang sama saat itu juga.
Pengalaman yang dimaksud adalah pengguna dapat menyemprot cat di atas toko di jalan tersebut lalu menghiasinya dengan mural. Tentu saja, ini terjadi di dunia maya, ya.
Pengalaman bersama terjadi ketika pengguna bisa mengetahui perubahan apapun dari pengguna lainnya. Di sinilah Snapchat membubuhkan visi brand bahwa platform ini menghubungkan orang dari berbagai latar belakang di dunia maya dengan cara yang unik. Seru kan?
3. Merangkul gamers
Inilah yang dilakukan oleh brand clothing besar global yang juga populer di Indonesia, Pull & Bear. Melalui peritelnya, Inditex, Pull & Bear telah memperkenalkan “Pacific Game”, yang menggunakan teknologi AR. Game ini sangat pas merangkul generasi muda yang memang menjadi target pasar brand ini.
Game ini menyuguhkan tur virtual dari California ke Tokyo. Dalam perjalanan tersebut, pengguna harus mencari cara menghindari halangan sekaligus mengumpulkan poin. Lebih menariknya, game ini bisa dimainkan di platform media sosial, seperti Facebook dan Instagram.
4. Memberikan pengalaman pop-up AR
Berjuang mengembalikan angka pembeli ke toko fisik? Pop-up AR bisa menjadi solusinya. Inilah yang ditempuh oleh Burberry, sebuah brand fashion global yang terkemuka. Burberry membuat pop-up via AR untuk melakukan rebranding sekaligus menarik minat calon pembeli paska wabah COVID-19.
Pop-up via AR ini terletak di kawasan Harrods, London. Peluncurannya berbarengan dengan peluncuran produk tas terbaru mereka, Olympia. Cara menggunakannya adalah dengan memindai kode QR di dalam toko. Setelahnya, pengunjung toko akan melihat patung Elphis berjalan di sekitar mereka. Pengunjung dapat mengambil foto untuk membagikannya ke teman.
Baca juga: 10 Contoh Augmented Reality untuk Laba Bisnis Berlipat
5. Menawarkan uji produk secara virtual
Konsep ini mirip dengan nomor 2 dalam daftar ini. Cara branding produk ini memang paling umum dilakukan oleh berbagai brand dunia. Tujuannya agar calon pembeli bisa mencoba secara virtual agar mengurangi kesalahan pembelian. Dengan adanya program ini, mereka akan lebih teryakinkan dalam membeli produk.
Itulah yang dilakukan oleh Adidas, IKEA, dan Wayfair. Adidas pada November 2019 telah meluncurkan fitur ujicoba virtual ke dalam aplikasi iOS miliknya. Aplikasi berbasis AR ini melacak gerakan kaki agar pengguna bisa melihat penampilan sepatu kets di kaki saat itu juga dengan atau tanpa sepatu.
IKEA, produsen perabotan rumah terkenal asal Swedia, memilih AR untuk menciptakan pengalaman yang imersif dan efektif dalam memutuskan pembelian. Melalui aplikasi IKEA Studio, perusahaan ini membuat calon pembeli bisa menempatkan produk yang diincar ke dalam satu ruangan secara virtual. Bak desainer interior sendiri, mereka dapat merasakan desain ruangan melalui 3D, dari warna dinding hingga karpet.
Masih bergerak pada sektor yang sama, Wayfair bahkan telah berinvestasi pada teknologi AR. Pada September 2020, Wayfair memperbaharui dan mempercanggih aplikasinya, View in Room, dengan memakai teknologi LiDAR. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kepuasan berbelanja produk untuk rumah mereka. Selain itu, Wayfair mengimbuhkan RealityKit demi visual yang lebih nyata dan asli untuk melihat produk dengan pencahayaan akurat saat itu juga.
6. Mengakomodir menjadi seniman virtual
Brand kecantikan paling pas menjajal konsep yang pernah dilakukan oleh Sephora ini. Perusahaan kosmetik ini menawarkan aplikasi berbasis AR sejak 2016. Melalui kampanye “Virtual Artist” atau “Seniman Virtual”, Sephora mengajak calon pembeli untuk menjadi seniman virtual untuk dirinya sendiri. Caranya, mereka memanfaatkan teknologi Modiface yang akan membubuhkan warna bibir, perona mata, hingga bulu mata palsu, ke wajah masing-masing. Dari situlah, mereka akan yakin bakal memilih produk yang sama.
7. Menghadirkan toko berkonsep virtual
Machine-A adalah toko konsep yang berbasis di London, Inggris. Toko ini biasanya didedikasikan untuk menampilkan rancangan fashion kontemporer. Saat London Fashion Week 2021 dibatalkan atau dibatasi menjadi pertunjukan digital, Machine-A muncul dengan konsep agar sebanyak orang bisa melihat karya perancang busana yang baru muncul.
Ide tersebut berupa butik virtual. Dengan memindai kode QR di poster dan baliho di sekitar London, pengguna mobile bisa “memasuki” butik virtual dan menjelajahi koleksi desainer.
Matthew Drinkwater, kepala Agen Inovasi Fashion, berkata kepada Vogue Business AR dalam konteks ini membantu membangun “hubungan yang jauh lebih dekat antara konsumen dan brand ketika sangat sulit untuk menumbuhkannya.”
Membuat branding canggih bersama MonsterAR
Masih banyak cara branding produk menggunakan AR yang bisa dikembangkan. Setiap ide dan kebutuhan bisnis menghadirkan keunikannya tersendiri sehingga membutuhkan layanan teknis dan non-teknis yang komprehensif. Itulah yang menjadi prinsip MonsterAR dalam melayani kebutuhan terkait AR, VR, hingga Metaverse. Kami mempunyai tim yang akan mewujudkan imajinasi perusahaan Anda untuk mendongkrak citra positif perusahaan dan menambah keuntungan. Hubungi kami untuk konsultasi dan solusi selengkapnya.
Jasa branding produk lebih powerful dan efektif melalui teknologi AR dan VR
Hubungi kami sekarang juga, konsultasi GRATIS !
Kunjungi channel Youtube MonsterAR untuk selengkapnya tentang project kami
Leave a Reply