bullying di sekolah

Penggunaan Virtual Reality untuk Berantas Bullying di Sekolah Tanpa Ketakutan

Perundungan atau bullying di sekolah dapat meninggalkan trauma berkepanjangan hingga si anak lulus. Berbagai upaya mencegah tindakan bullying terus diupayakan termasuk di antaranya merangkul teknologi imersif, seperti Virtual Reality (VR).

Bullying di sekolah bisa terjadi mulai dari jenjang paling dasar, seperti Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Umum (SMU). Baik negeri atau swasta, perundungan tidak pandang bulu dan kalangan. Dampaknya secara psikologis dapat membekas hingga sang anak tumbuh dewasa.

Cara mencegah bullying di sekolah sudah lama mendapat perhatian baik dari pihak sekolah dan orang tua murid. Rata-rata solusi untuk mencegah dan memulihkan kondisi psikis anak masih bersifat tradisional. Mendampingi si korban secara emosional menjadi andalan agar si anak tumbuh tanpa luka.

Kini, cara mencegah bullying di sekolah hadir dengan memanfaatkan teknologi imersif. Berikut kami paparkan tentang eksperimen terkait pemanfaatan VR untuk mengatasi efek perundungan.

Apa Itu Virtual Reality?

Sesuai namanya, Virtual Reality adalah dunia virtual yang akan memanjakan pemakainya dengan konten yang seolah nyata dan interaksinya yang begitu hidup. Virtual Reality menjadi salah satu produk teknologi imersif yang pada dasarnya ingin membenamkan pemakainya ke dalam dunia virtual yang sepenuhnya berbeda dengan dunia asli. Lingkungan virtual seperti dalam VR terwujud berkat kecanggihan teknologi, kreativitas tingkat tinggi memakai obyek 3D, dan headset VR sebagai penghubungnya.

Eksperimen VR untuk Membantu Pencegahan Bullying di Sekolah

Julia R. Badger, Aitor Rovira, Daniel Freeman dan Lucy Bowes pernah melakukan penelitian tentang pengembangan lingkungan VR untuk aplikasi pendidikan dan terapi demi penyelidikan aktivasi kembali sisi psikologis terkait perundungan.

Hasil riset tersebut telah diterbitkan pada September 2023. Mereka mengambil sampel dari 67 anak remaja putri untuk mengetahui rekasi psikologis mereka berada dalam lingkungan kelas VR dengan skenario perundungan di dalamnya. Remaja tersebut berusia 11 hingga 15 tahun dari dua SMP di Inggris. Sebanyak 33 di antaranya ditugaskan pada kondisi kontrol lalu 34 lainnya mengalami kondisi yang kasar.

Dua pengalaman VR dibuat dengan menggandeng anak muda, yang satu netral lalu satunya kasar (bullying). Peserta dipasangkan dan dihadapkan pada suatu kondisi dengan penyesuaian kadar kecemasan, depresi, paranoia, dan pengalaman bullying sebelumnya, sebelum mereka menjalani skenario netral atau kasar.

Sebelum dan setelah sesi VR, peserta menyelesaikan takaran emosi negatif dan level kesulitan. Mereka tetap sepenuhnya merasakan konten VR selama durasi, yang mendukung penerimaan pengalaman VR ini dengan peserta lainnya yang rentan.

Mereka yang mengalami versi kasar melaporkan emosi negatif lebih besar paska eksperimen tersebut dibandingkan dengan versi netral (p = .018; d = 0.61). Walau tidak signifikan, hasil serupa ditemukan terkait kesulitan (p = .071; d = 0.37). Ketiadaan hubungan signifikan antara internalisasi sebelum eksperimen terhadap emosi negatif dan kesulitan mendapat pengaruh dari sedikitnya jumlah responden dengan pengalaman perundungan.

Tetapi eksperimen menemukan bahwa skenario VR memicu reaksi psikologis terkait perundungan. Simulasi VR tersebut dapat dipakai dalam skenario pendidikan dan terapi untuk meningkatkan empati terhadap anak-anak yang menjadi korban dan menambah ketahanan diri menyusul adanya korban.

Potensi VR dalam Mempelajari Bullying

Selama berdekade, riset perundungan acap menggunakan kuesioner dan metodologi retrospektif, yang meski sangat penting, menuai kritik sebab terlalu bergantung pada ingatan yang tepat. Dalam metode ini, tim riset biasanya menanyakan ke anak dan remaja untuk melapor dalam kurun waktu sekali dalam dua minggu atau sekali dalam enam bulan.

Terlalu bergantung pada laporan dari korban bisa menimbulkan masalah tersendiri. Anak yang menjadi korban perundungan kemungkinan menunjukkan prasangka atribusi kasar yang dapat membuat mereka salah mengartikan interaksi kawan sebaya berikutnya sebagai perundungan.

Meningkatnya gejala depresif di antara anak yang mengalami perundungan turut menambah kecenderungan bias ingatan negatif dibandingkan dengan anak tanpa gelaja depresif yang berpotensi mengarah ke prasangka pelaporan.

Sementara rekan sebaya kemungkinan mencari cara untuk menyelesaikann hal ini, mereka seringkali menghadapi batasan kelas tertentu atau kelompok tahun tertentu sehingga kemungkinan tidak mengidentifikasi kasus perundungan di luar konteks di atas.

Untuk melengkapi riset ini, diperlukan metodologi real-time yang spesifik, bisa diandalkan, dan valid secara ekologi. VR menawarkan peluang untuk mempelajari bullying dalam lingkungan yang aman dan terkendali sambil tetap menyediakan pengalaman kuat bagi peserta yang berada dalam lingkungan perundungan sekaligus memungkinkan periset, guru atau terapis memilih skenario yang paling tepat dengan kondisi setiap orang beserta dengan pengalaman perundungan yang beraneka rupa atau kesehatan jiwa mereka.

Kuat dan unik, peserta bisa mengambil perspektif sudut pandang orang pertama dalam lingkungan virtual. Teknologi VR merupakan metode yang memungkinkan terjadinya manipulasi standar dan terkontrol dimana stimuli spesifik dapat dimasukkan atau dihilangkan sementara lingkungan secara keseluruhan tetap sama.

Cara tersebut memungkinkan periset lebih baik dalam memahami pemicu real-time dan dampak perundungan tanpa menempatkan peserta ke dalam situasi nyata yang kasar dan tanpa interaksi rumit pada dunia nyata. Peserta kemungkinan mendapatkan tanggapan terhadap peristiwa yang digambarkan sebagaimana dibandingkan dengan kondisi di dunia nyata. Meski benar-benar “terbenam”, peserta bisa menghentikan simulasi jika merasakan stres cukup dengan menanggalkan headset VR.

Manfaat VR untuk Cegah Bullying

Pengalaman perundungan yang masuk akal dalam VR akan membantu peneliti memahami dampak perundungan dalam kognisi real-time dan tanggapan perilaku. VR sanggup menirukan sehingga membuka mata anak remaja terhadap situasi dunia nyata yang belum pernah mereka jumpai, yakni menjadi korban perundungan.

VR telah terbukti meningkatkan empati pada diri individual yang sehat, yang dalam VR mengasumsikan posisi orang tersebut menderita schizophrenia. Dampaknya jauh lebih kuat dibandingkan dengan peserta yang diberi tugas membaca kondisi tersebut sendirian. Dengan demikian, teknologi ini dapat melengkapi pengajaran dan membuka dialog baru mengenai pemahaman dan empati.

Pengalaman perundungan dalam VR turut membantu anak yang menjadi korban bullying atau yang berisiko, agar bisa membangun ketahanan diri dan strategi supaya terhindar dari keengganan bersekolah. VR membuat remaja berani menghadapi ketakutan mereka dalam lingkungan yang aman dan terkendali.

Penerapan VR untuk Atasi Bullying

Dengan informasi di atas, sekolah Anda dapat mempertimbangkan pemanfaatan teknologi VR. Berikut aspek penting yang harus dipersiapkan:

Baca juga: Jasa Pembuatan VR Terpercaya untuk UMKM Hingga Perusahaan Besar

1. Memetakan kasus perundungan di sekolah

Setiap sekolah mempunyai pola kasus perundungan yang unik. Jika sekolah Anda cukup kerap terkena kasus perundungan, pemanfaatan VR menjadi hal yang lumayan mendesak. Teknologi VR tetap layak dipertimbangkan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di sekolah Anda. Dengan menganalisa kasus perundungan secara spesifik, skenario dalam lingkungan VR nantinya akan lebih efektif mencapai tujuan yang ditetapkan.

2. Menyusun materi

Dalam konteks apapun, teknologi hanya bersifat sebagai fasilitator. Otak materi tetaplah ada di tangan manusia. Menyusun bahan skenario dalam lingkungan VR wajib menyertakan bahan hasil analisa sekolah sendiri. Sertakan pula tujuan yang ingin dicapai terkait pencegahan bullying di sekolah. Pada dasarnya, teknologi VR berguna untuk meningkatkan rasa empati ke korban agar siapa saja tidak berani melukai rekan sendiri. Tujuan besar ini dapat Anda jabarkan secara lebih khusus dengan menyesuaikan kondisi setiap sekolah. Tentukan juga respondennya saat uji coba nanti.

3. Menentukan anggaran

Tidak dipungkiri bahwa teknologi VR tidaklah murah. Karenanya, Anda wajib berdiskusi dengan rekan terkait anggaran untuk membuat solusi ini. Meski mahal, manfaat VR akan sepadan dengan dampak baiknya dalam jangka panjang. Belum lagi, efek viral yang akan memenuhi perbincangan murid dan orang tua.

4. Memilih vendor terpercaya

Pada tahap ke-3, Anda sebaiknya sudah mengumpulkan referensi biaya pembuatannya. Tentunya, selain meriset soal anggaran, Anda harus mempelajari portofolio masing-masing vendor. Beberapa aspek yang mesti ditilik adalah mutu layanan di proyek sebelumnya dan kualitas layanan ke setiap klien. Anda dapat mempertimbangkan kami, MonsterAR, yang sudah lebih dari 10 tahun menangani berbagai macam proyek VR untuk klien lintas sektor usaha. Dalam web ini Anda dapat mengecek hasil pekerjaan sebelumnya sekaligus cara terhubung dengan pihak sales kami.

5. Mengevaluasi

Jangan lupa untuk melakukan evaluasi secara berkala setiap kali menyelesaikan satu simulasi pencegahan bullying di sekolah memakai teknologi VR. Indikator paling kentara tentu saja jumlah kasus yang terus menurun. Bagi yang sekolahnya masih “aman” dari kasus ini, Anda bisa mewawancarai murid mengenai tanggapan mereka paska mencoba simulasi ini.

Semoga bermanfaat!

Virtual Reality menjadikan pelatihan lebih hemat biaya, efisien, dan tanpa risiko cidera
Hubungi kami sekarang juga, konsultasi GRATIS !

Kunjungi channel Youtube MonsterAR untuk selengkapnya tentang project kami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *