Sisi Lain Virtual Reality

Sisi Lain Virtual Reality yang Bisa Bikin Tercengang

Lebih memilih yang mana? Membaca 50 halaman tentang kehidupan di Roma Kuno atau menonton tur peradabannya? Sisi lain Virtual Reality dalam artikel ini akan membawa Anda menyibak kehidupan di dunia lain bak benar-benar menjadi bagian dari peristiwa aslinya sendiri.

Virtual Reality memungkinkan siapa saja merasakan tur peradaban yang pernah ada ribuan tahun yang lalu, seperti di Roma Kuno. Atau Anda bisa “bepergian” menjelajahi pembuluh darah lalu menyaksikan sendiri cara kerjanya ketimbang harus menghafal banyak diagram sistem pembuluh darah.

Hal-hal di atas bukan lagi semata khayalan. Teknologi Virtual Reality membuat siapa saja bisa menapaki kenyataan yang benar-benar berbeda melalui stimulasi lingkungan interaktif yang nyata. Pengalaman imersif melalui teknologi VR membuka pintu terjadinya perjalanan melintasi batas waktu dengan memanfaatkan visual 3D dan perangkat keras, seperti headset VR. Salah satu metode headset paling umum adalah dengan menggunakan stereoscopic display yang pada dasarnya membuat gambar bisa mempunyai kedalaman dan terlihat dalam format tiga dimensi.

Dunia khayalan dapat tercipta dimana Anda tetap bisa berdiri di tempat sekarang. Jika sampai paragraf ini Anda merasa bahwa VR itu ajaib, harap untuk terus menyelesaikan bacaan ini untuk mengetahui sisi lain Virtual Reality yang masih belum banyak diketahui oleh orang lain.

Secara umum, tujuan VR sama tetapi terdapat perbedaan cara proyeksi di depan mata penggunanya. Saat ini, terdapat berbagai jenis hardware untuk menikmati VR, seperti smartphone, PC, konsol, hingga standalone headset.

Dalam hal pergerakan kepala dan interaksi, terdapat dua jenis utama pengalaman VR – dengan 3 derajat kebebasan (3dof) dan 6 derajat kebebasan (6dof). Berikut rincian penjelasannya.

  • 3dof: terjadi ketika headset mengenali bagaimana ia diputar mengikuti ke arah mana Anda melihat. Teknik ini menjadi yang paling umum dijumpai dalam platform mobile dimana ini menggunakan IMU (metode ini tidak melacak kemana Anda bergerak di ruang Anda melainkan kemana Anda melihat).
  • 6dof: terjadi saat rotasi kepala dan posisi Anda terlacak sehingga Anda bisa bergerak di dalam game layaknya dalam kehidupan nyata. Terkadang, headset seperti ini tertambat atau menempel pada desktop dan tidak melibatkan mobile phone.

Headset di atas membutuhkan sensor (pada headset itu sendiri dan/atau di sekelilingnya), laser infrared untuk mengukur waktu yang dibutuhkan untuk secara vertikal dan horizontal mengusap area atau sistem pengelolaan posisi lainnya.

Tetapi VR tidak terbatas pada penglihatan saja. Sisi lain Virtual Reality turut menyoroti banyaknya pengalaman berharga yang mengintegrasikan fitur pendengaran (suara) dan haptik (pergerakan/gerak-isyarat).

Berbicara tentang fitur, di bawah ini memuat fitur kunci berikut definisinya yang sama-sama membentuk pengalaman VR.

1. Content feed

Fitur ini merupakan data penyumbang dunia digital yang bisa berasal dari sumber tertentu. Belakangan ini, Anda bisa memperoleh pengalaman VR dalam sebuah aplikasi atau game. Content feed pada umumnya merupakan hardware dalam komputer, konsol, atau ponsel.

2. Tampilan

Tampilan merupakan lokasi dimana gambar VR didorong hingga menjumpai bola mata Anda. Dulu, dua tampilan berbeda, satu tampilan untuk setiap bola mata, dimasukkan ke dalam kacamata. Cara ini masih tetap menjadi pendekatan populer untuk headset, seperti Oculus Rift. Banyak headset murah cukup memakai layar penuh smartphone atau layar tunggal OLED.

3. Lensa

Banyak headset mencakup lensa yang membantu Anda fokus pada layar agar lingkungan di dalam VR terlihat nyata. Inilah yang membuat VR bisa bekerja pada layar tunggal sebagaimana yang terjadi pada smartphone. Banyak versi lensa lebih canggih yang memungkinkan lensa bisa menyesuaikan diri. Hal ini sangatlah berpengaruh terhadap ketegangan mata dan realisme.

4. Bidang pandang

Bidang pandang yang sempurna tentu saja akan berupa 360 derajat. Dikarenakan hal ini tidak dimungkinkan pada headset, mayoritas pembuat headset VR membuat bidang pandang berkisar antara 100 dan 120 derajat, yang membantu meningkatkan pembenaman pengguna ke dalam VR.

5. Frame rate

Semakin tinggi frame rate, semakin baik pembenamannya sehingga tujuan di sini seringnya untuk mencapai 60 FPS hingga 120 FPS dan hardware kuat untuk menyokongnya. Pengalaman yang kurang ambisius bisa jadi tidak begitu mencemaskan perihal frame rate tetapi jika melambat maka pembenaman menjadi hilang dan acapkali menimbulkan sakit kepala. 

6. Kendali

Headset VR yang sangat sederhana membuka jalan eksplorasi dan interaksi dengan beberapa tombol yang terdapat dalam headset tersebut, terutama pada VR yang bersahabat untuk anak-anak. Lebih banyak headset yang lebih cerdas menawarkan pengendali di tangan, yang mirip dengan Nintendo Wii. Yang paling canggih menyediakan pengendali yang menirukan piranti riil, seperti senjata dan pedang yang disebutkan di atas. Mereka berinteraksi secara langsung dengan hardware yang mengirimkan feed.

7. Sensor pelacakan

Headset super cerdas perlu mengetahui saat Anda menggerakkan kepala, tangan, bahkan badan sehingga headset juga bisa menggerakkan content feed dalam gerakan serupa. Dengan demikian, headset mengandung sensor gerakan, dan terkadang hardware tambahan untuk memetakan ruangan Anda, layaknya yang ditawarkan oleh PlayStation VR.

8. Audio

Audio bisa distok sebagai bagian dari content feed di dalam headset itu sendiri atau sebagai feed terpisah yang menggunakan speaker headset tambahan.

Beberapa tahun terakhir kita sering mendengar VR lebih sebagai gimmick bagi gamer. Karena kesalahpahaman inilah banyak yang melewatkan fakta bahwa VR bisa menjadi gamechanger di sektor pendidikan, baik untuk pembelajaran, pelatihan, atau pengamatan.

Baca juga: Virtual Reality Jakarta dan Peluang Bisnisnya yang Menguntungkan

Menariknya, hal tersebut bukanlah konsep baru. Versi terawal VR telah dibuat pada 1966. Simulator penerbangan dibuat untuk menirukan kekacauan udara, dan masalah umum lainnya sehingga militer bisa melatih pilot.

Belakangan ini, VR mencatat lonjakan popularitas mayoritas disebabkan oleh meningkatnya aksesibilitas terhadap headset VR pribadi dengan spesifikasi mumpuni. Kasus pemakaian utama turut bergeser dari Simulasi ke Kesadaran dan Penyimpanan yang Lebih Baik.

Temuan tersebut masuk akal sebab membaiknya teknologi dapat membuat metode pembelajaran menjadi jauh lebih efektif. Lagipula, kita mengingat 10% apa yang kita baca, 20% informasi yang kita dengar, tetapi 90% dari yang kita lakukan.

Lalu, dimana letak pembelajaran imersif via VR dalam spektrum tersebut? Secara teori memang masuk akal tetapi bagaimana dengan kehidupan nyata?

Satu dari banyak studi yang telah dilakukan membandingkan hasil tes murid yang mempelajari Astrofisika memakai VR dan yang tidak memakai VR. Sebanyak 90% siswa yang belajar memakai VR telah lolos uji sedangkan hanya 40% yang lolos tes dari murid pada grup yang tidak memanfaatkan VR. Baik daya ingat jangka pendek (+27%) dan daya ingat jangka panjang (+32%) sama-sama bertambah.

Lalu, mengapa VR belum banyak diterapkan di sekolah?

Meski VR mulai terkenal namun memang belum mendisrupsi industri pendidikan atau industri secara umum dalam skala besar. Penyebabnya adalah belum adanya program yang bisa diakses oleh publik atau produktif dalam hal dimana teknologi lainnya tidak bisa menandinginya. Dalam bidang pendidikan, pelopor sektor ini adalah Google Expeditions, yang terus populer di ruangan kelas. Platform ini terkenal berkat tiga sifat di bawah ini:

  1. Aksesibilitas: Google Expeditions memakai piranti mobile dan viewer terjangkau (beberapa bahkan terbuat dari papan kartu) agar pengguna bisa merasakan pengalaman VR.
  2. Tujuan yang terfokus: Platform ini membuat murid dapat menjelajahi “tur” yang telah terkurasi pada lokasi di seluruh dunia, termasuk laut dan ruang angkasa.
  3. Pembeda yang jelas: Memang tidak ada yang benar-benar membawa orang ke suatu tempat aslinya tetapi platform ini mendekati maksud tersebut. Otonomi murid terlihat seperti yang diinginkan dan bergerak di lingkungan sesuai kemauan seperti kehidupan nyata. Hal tersebut masih belum digantikan oleh platform lainnya namun tidak dalam cara yang imersif.

Dari sisi lain Virtual Reality di atas, pengalaman VR menawarkan nilai tinggi sebab memberikan eksplorasi lingkungan yang lebih terbuka. Selain itu, ia memberikan navigasi dan dukungan instruksi dengan fitur antar muka yang baik serta membuka peluang bisa berkaitan pada tingkat berbeda agar memperoleh pengalaman yang lebih personal.

Tentu saja, VR bukanlah solusi inklusif secara keseluruhan untuk sektor pendidikan dan mempunyai kasus pemanfaatan pada bidang tertentu dibandingkan bidang lainnya. Bidang pelajaran, seperti ilmu pengetahuan, sejarah, geografi, dan lainnya, bisa memperoleh keuntungan dari penjelasan konseptual memakai realitas imersif. Dan banyak sekolah menghemat anggaran untuk mengunjungi lokasi wisata sebab dengan piranti sesederhana papan kertas, murid bisa mengakses ratusan peluang dunia virtual.

Kesimpulan

VR merupakan simulasi lingkungan interaktif nyata. Konten dalam VR umumnya diakses melalui headset atau gawai mobile atau PC. VR telah digunakan di masa lampau untuk pelatihan berbasis keahlian dan saat ini digunakan untuk interaksi berbasis pengetahuan dan pelatihan langsung. Bidang yang berpotensial tumbuh untuk VR adalah sektor pendidikan. Pada bidang ini, sisi lain Virtual Reality akan mengeluarkan sisi berkilau terbaiknya. Google Expedition sendiri menjadi contoh paling pas untuk menggambarkan pengalaman unik imersif yang dapat digunakan untuk konten dan perjalanan sejenis.

Itulah sisi unik Virtual Reality dan penerapannya, khususnya pada bidang pendidikan. Semoga menambah wawasan Anda.

Penerapan AR dan VR di sekolah tingkatkan kualitas pendidikan dan minat belajar anak
Hubungi kami sekarang juga, konsultasi GRATIS !

Kunjungi channel Youtube MonsterAR untuk selengkapnya tentang project kami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *